Keberanian Agung Norhasni keluar dari
pekerjaannya untuk berwirausaha terbayar sudah. Kini dirinya sukses meraup
keuntungan dari bisnis tas yang digelutinya. Simak seperti apa kisahnya?
Menjadi pegawai negeri
sipil (PNS) masih merupakan pilihan yang paling diminati banyak orang dalam
berkarier. Sebaliknya, Agung rela meninggalkan pekerjaannya setelah tiga tahun
berbakti sebagai PNS di Kementerian Koperasi dan UKM, kemudian beralih menjadi wirausaha di bisnis pembuatan
dan pengadaan tas.
Seperti
dituturkan Agung, alasan keluar dikarenakan dirinya tidak menemukan passion sebagai PNS. “Awalnya nyaman
bekerja sebagai PNS, hanya melakukan aktivitas harian dengan pola sama hingga
menjadi rutinitas. Namun, lama kelamaan rutinitas ini terasa membosankan karena
tidak dapat ditemukan hal-hal baru,” ujarnya.
Masuk ke
bisnis tas diakui alumnus IPB dan UI ini, tanpa kesengajaan. Pasalnya, ketika
berkunjung ke pusat tas di Kecamatan Cibadak Rangkas Bitung, Banten, ia bertemu banyak perajin tas yang kesulitan memasarkan
produksinya dikarenakan kurang jaringan pemasaran.
Merasa ada
peluang, Agung memutuskan mencoba peruntungan di bisnis tas yang menyasar
segmen korporat dengan bendera PT Ayuni Kemala pada tahun 2012. Bermodalkan
jaringan yang dimiliki, ia pun mencoba memasarkan produknya ke beberapa perusahaan dan institusi
pemerintah. Menariknya saat memulai bisnis, ia mencari
pembeli terlebih dahulu sebelum memiliki bengkel kerja (workshop).
Ketika
pesanan sudah di “tangan”, barulah ia membuka
bengkel kerja pertama di Rangkas Bitung, dengan
investasi sekitar Rp800 juta, yang dipergunakan untuk
membeli tempat, mesin, bahan tas, dan merekrut tenaga kerja. “Samsung merupakan pelanggan
pertama untuk pemesanan sekitar 50 ribu goodie bag dan sekitar 7.000 tas ransel,” kenang Agung.
Jenis produk
tas yang dihasilkan Ayuni Kemala meliputi tas ransel, tas wanita, goodie bags, dompet, kantong, dan tas laptop dengan harga variatif tergantung dari model
tas dan jenis bahan yang digunakan seperti dinier,
dolby, kulit sintetis, kanvas,
condura. Misal tas ransel berbahan D300 dan D600 dibanderol dengan kisaran
harga Rp60.000 sampai Rp90.000,
sedangkan tas
berbahan D1680 dipatok mulai dari Rp90.000 hingga
Rp200.000. Untuk bahan cordura
sendiri kisaran harganya di atas Rp150.000.
Dari
harga tersebut, Agung mengatakan tas buatannya masih tergolong terjangkau
karena dapat menyesuaikan bujet pelanggan. Ia mengklaim tidak mengambil untung
terlalu banyak, mengingat persaingan di bisnis pengadaan dan pembuatan tas
cukup ketat, terutama dari pemain-pemain asal Bandung, Jawa Barat.
Kendati
begitu, Agung tetap senantiasa menjunjung tinggi kualitas produk demi kepuasan
pelanggan. Apalagi, ia menempatkan pelanggan di posisi yang sangat penting sehingga mereka berhak mendapatkan yang terbaik sesuai
dengan slogan perusahaan “We make better
bags with better price”.
Soal desain, pelanggan dapat memesan sesuai keinginan
ataupun dibantu Agung sendiri. Ide desain biasa didapat dari internet, dan setiap bulannya dihasilkan 10
desain baru. Permintaan paling besar berasal dari tas ransel dan tas laptop
dengan kontribusi sekitar 70%, sedangkan goodie bag
menyumbang sekitar 20%.
Sisanya
tas perempuan,
kantong,
dan dompet.
“Pada
umumnya pelanggan menginginkan tas dengan model bagus, harga murah, tapi awet. Yang menjadi standar
pengerjaan tas, jahitan harus rapi dan kuat. Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas jahitan dilakukan dengan sistem bartex yang menggunakan puluhan benang
sehingga lebih kuat,” jelas penghobi
fotografi ini.
Berkat
menjaga kualitas, Ayuni Kemala kini telah dipercaya lebih dari 40 perusahaan
besar dalam pembuatan tas, seperti Samsung, Bank Mandiri, LG, Wings Food,
Mondelez, Pertamina, Indocement, Erafone. Bahkan di antaranya ada lembaga pemerintah,
seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Terkait
strategi pemasaran, Agung memiliki beberapa strategi dari mulai door to door ke perusahaan-perusahaan hingga
menggunakan website korporat sebagai
etalase produknya. Sementara dalam meningkatkan
kesadaran merek, ia melakukan aktivitas BTL dengan mengikuti beragam pameran,
semisal pameran UKM, bazar, termasuk Pekan
Raya Jakarta (PRJ).
Selain membidik
pasar korporat, Ayuni Kemala mulai merintis pasar ritel dengan mengeluarkan dua
merek tas besutannya, yakni Nokken yang menyasar segmen pria khususnya
pengendara sepeda motor, dan Ayla—yang merupakan kependekan dari Ayuni Kemala—difokuskan bagi
kaum hawa.
Berdasarkan
pengamatan Agung, belum ada merek tas lokal yang menyasar ke segmen pengendara sepeda motor. Kalaupun ada lebih pada
tas outdoor yang didesain dan diperuntukkan bagi pendaki gunung. Satu dari dua
pengendara motor biasanya menggunakan tas. Dari sini terlihat kebutuhan tas
yang kuat layaknya tas outdoor.
“Kalau Ayla membidik pasar
perempuan karena pasarnya sangat gemuk. Itu lantaran tas sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi perempuan
untuk menemani aktivitas bekerja, kuliah, belanja, ataupun jalan-jalan.
Sekarang baru tersedia enam model, baik untuk Nokken dan Ayla,” jelasnya.
Kendati
sudah memiliki merek sendiri, Ayuni Kemala masih fokus di segmen korporat. Hal ini
terlihat dari kontribusi
penjualan yang masih
didominasi segmen korporat sekitar 90%, sedangkan sisanya 10% menyasar segmen
ritel. “Rata-rata penjualan sekitar 5.000 tas per bulan dengan omzet Rp2,2
miliar per tahun,” beber Agung.
Tentu
omzet yang didapat berbanding lurus dengan kerja keras yang dilakukan selama
ini. Namun, tujuan utama Agung bukan hanya menghasilkan keuntungan semata,
tetapi bisa berkontribusi bagi orang banyak. Melalui usaha yang dirintis, Agung
bukan hanya menciptakan pekerjaan untuk dirinya, tetapi juga memberikan kesempatan kerja bagi banyak
orang.
Saat
ini Ayuni Kemala memiliki dua bengkel kerja yang terletak di Rangkas Bitung dan
Kebun Jeruk dengan
jumlah mesin jahit sebanyak 60 unit berkapasitas produksi 3.000 tas ransel per
minggu dengan mempekerjakan 14 orang karyawan tetap. Namun, bila sedang banyak
pesanan, Agung bisa mempekerjakan ratusan orang di
sekitar bengkel kerja ataupun memberdayakan perajin yang ada di
Sukabumi dan Bogor untuk menunjang produksi.
“Pertimbangan
membuka bengkel kerja kedua di Jakarta agar lebih dekat dengan segmen pasar.
Pasalnya, kebanyakan perusahaan berkantor pusat di Jakarta. Jadi bagi
perusahaan yang ingin mengadakan tas untuk kebutuhan promosi ataupun
karyawannya tidak perlu jauh-jauh ke Bandung, karena di Jakarta juga ada,” ujar
Agung sedikit berpromosi.
Moh. Agus Mahribi/Majalah MARKETING
Tidak ada komentar:
Posting Komentar