Selasa, 31 Maret 2015

Jeli Melihat Peluang


Keberanian Agung Norhasni keluar dari pekerjaannya untuk berwirausaha terbayar sudah. Kini dirinya sukses meraup keuntungan dari bisnis tas yang digelutinya. Simak seperti apa kisahnya?

Menjadi pegawai negeri sipil (PNS) masih merupakan pilihan yang paling diminati banyak orang dalam berkarier. Sebaliknya, Agung rela meninggalkan pekerjaannya setelah tiga tahun berbakti sebagai PNS di Kementerian Koperasi dan UKM, kemudian beralih menjadi wirausaha di bisnis pembuatan dan pengadaan tas.

Seperti dituturkan Agung, alasan keluar dikarenakan dirinya tidak menemukan passion sebagai PNS. “Awalnya nyaman bekerja sebagai PNS, hanya melakukan aktivitas harian dengan pola sama hingga menjadi rutinitas. Namun, lama kelamaan rutinitas ini terasa membosankan karena tidak dapat ditemukan hal-hal baru,” ujarnya.   

Masuk ke bisnis tas diakui alumnus IPB dan UI ini, tanpa kesengajaan. Pasalnya, ketika berkunjung ke pusat tas di Kecamatan Cibadak Rangkas Bitung, Banten, ia bertemu banyak perajin tas yang kesulitan memasarkan produksinya dikarenakan kurang jaringan pemasaran.

Merasa ada peluang, Agung memutuskan mencoba peruntungan di bisnis tas yang menyasar segmen korporat dengan bendera PT Ayuni Kemala pada tahun 2012. Bermodalkan jaringan yang dimiliki, ia pun mencoba memasarkan produknya ke beberapa perusahaan dan institusi pemerintah. Menariknya saat memulai bisnis, ia mencari pembeli terlebih dahulu sebelum memiliki bengkel kerja (workshop).

Ketika pesanan sudah di “tangan”, barulah ia membuka bengkel kerja pertama di Rangkas Bitung, dengan investasi sekitar Rp800 juta, yang dipergunakan untuk membeli tempat, mesin, bahan tas, dan merekrut tenaga kerja. “Samsung merupakan pelanggan pertama untuk pemesanan sekitar 50 ribu goodie bag dan sekitar 7.000 tas ransel,” kenang Agung.

Jenis produk tas yang dihasilkan Ayuni Kemala meliputi tas ransel, tas wanita, goodie bags, dompet, kantong, dan tas laptop dengan harga variatif tergantung dari model tas dan jenis bahan yang digunakan seperti dinier, dolby, kulit sintetis, kanvas, condura. Misal tas ransel berbahan D300 dan D600 dibanderol dengan kisaran harga Rp60.000 sampai Rp90.000, sedangkan tas berbahan D1680 dipatok mulai dari Rp90.000 hingga Rp200.000. Untuk bahan cordura sendiri kisaran harganya di atas Rp150.000.

Dari harga tersebut, Agung mengatakan tas buatannya masih tergolong terjangkau karena dapat menyesuaikan bujet pelanggan. Ia mengklaim tidak mengambil untung terlalu banyak, mengingat persaingan di bisnis pengadaan dan pembuatan tas cukup ketat, terutama dari pemain-pemain asal Bandung, Jawa Barat.

Kendati begitu, Agung tetap senantiasa menjunjung tinggi kualitas produk demi kepuasan pelanggan. Apalagi, ia menempatkan pelanggan di posisi yang sangat penting sehingga mereka berhak mendapatkan yang terbaik sesuai dengan slogan perusahaan “We make better bags with better price”.

Soal desain, pelanggan dapat memesan sesuai keinginan ataupun dibantu Agung sendiri. Ide desain biasa didapat dari internet, dan setiap bulannya dihasilkan 10 desain baru. Permintaan paling besar berasal dari tas ransel dan tas laptop dengan kontribusi sekitar 70%, sedangkan goodie bag menyumbang sekitar 20%. Sisanya tas perempuan, kantong, dan dompet.

“Pada umumnya pelanggan menginginkan tas dengan model bagus, harga murah, tapi awet. Yang menjadi standar pengerjaan tas, jahitan harus rapi dan kuat. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas jahitan dilakukan dengan sistem bartex yang menggunakan puluhan benang sehingga lebih kuat,” jelas penghobi fotografi ini.

Berkat menjaga kualitas, Ayuni Kemala kini telah dipercaya lebih dari 40 perusahaan besar dalam pembuatan tas, seperti Samsung, Bank Mandiri, LG, Wings Food, Mondelez, Pertamina, Indocement, Erafone. Bahkan di antaranya ada lembaga pemerintah, seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, serta Kementerian Koperasi dan UKM.

Terkait strategi pemasaran, Agung memiliki beberapa strategi dari mulai door to door ke perusahaan-perusahaan hingga menggunakan website korporat sebagai etalase produknya. Sementara dalam meningkatkan kesadaran merek, ia melakukan aktivitas BTL dengan mengikuti beragam pameran, semisal pameran UKM, bazar, termasuk Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Selain membidik pasar korporat, Ayuni Kemala mulai merintis pasar ritel dengan mengeluarkan dua merek tas besutannya, yakni Nokken yang menyasar segmen pria khususnya pengendara sepeda motor, dan Aylayang merupakan kependekan dari Ayuni Kemaladifokuskan bagi kaum hawa.

Berdasarkan pengamatan Agung, belum ada merek tas lokal yang menyasar ke segmen pengendara sepeda motor. Kalaupun ada lebih pada tas outdoor yang didesain dan diperuntukkan bagi pendaki gunung. Satu dari dua pengendara motor biasanya menggunakan tas. Dari sini terlihat kebutuhan tas yang kuat layaknya tas outdoor.

Kalau Ayla membidik pasar perempuan karena pasarnya sangat gemuk. Itu lantaran tas sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi perempuan untuk menemani aktivitas bekerja, kuliah, belanja, ataupun jalan-jalan. Sekarang baru tersedia enam model, baik untuk Nokken dan Ayla,” jelasnya.

Kendati sudah memiliki merek sendiri, Ayuni Kemala masih fokus di segmen korporat. Hal ini terlihat dari kontribusi penjualan yang masih didominasi segmen korporat sekitar 90%, sedangkan sisanya 10% menyasar segmen ritel. “Rata-rata penjualan sekitar 5.000 tas per bulan dengan omzet Rp2,2 miliar per tahun,” beber Agung.

Tentu omzet yang didapat berbanding lurus dengan kerja keras yang dilakukan selama ini. Namun, tujuan utama Agung bukan hanya menghasilkan keuntungan semata, tetapi bisa berkontribusi bagi orang banyak. Melalui usaha yang dirintis, Agung bukan hanya menciptakan pekerjaan untuk dirinya, tetapi juga memberikan kesempatan kerja bagi banyak orang.

Saat ini Ayuni Kemala memiliki dua bengkel kerja yang terletak di Rangkas Bitung dan Kebun Jeruk dengan jumlah mesin jahit sebanyak 60 unit berkapasitas produksi 3.000 tas ransel per minggu dengan mempekerjakan 14 orang karyawan tetap. Namun, bila sedang banyak pesanan, Agung bisa mempekerjakan ratusan orang di sekitar bengkel kerja ataupun memberdayakan perajin yang ada di Sukabumi dan Bogor untuk menunjang produksi.

“Pertimbangan membuka bengkel kerja kedua di Jakarta agar lebih dekat dengan segmen pasar. Pasalnya, kebanyakan perusahaan berkantor pusat di Jakarta. Jadi bagi perusahaan yang ingin mengadakan tas untuk kebutuhan promosi ataupun karyawannya tidak perlu jauh-jauh ke Bandung, karena di Jakarta juga ada,” ujar Agung sedikit berpromosi.



Moh. Agus Mahribi/Majalah MARKETING

Tidak ada komentar:

Posting Komentar