Istimewa |
Memulai bisnis dengan keterbatasan modal, kini Rusdi Raisa telah menjelma sebagai pengusaha produk fashion yang mampu menembus pasar mancanegara.
“Kesuksesan tidak
akan pernah datang jika hanya duduk berdiam diri”. Kata-kata inilah yang memotivasi Rusdi dalam menjalankan usahanya.Meski
tidak memiliki modal yang besar, pria asal Garut ini berani memulai usaha produk kerajinan kulit di tengah persaingan yang ketat.
Menggeluti bisnis produk kulit sudah dilakoni Rusdi sejak dirinya masih mengenyam pendidikan di Teknik Planologi, Universitas Islam Bandung, pada tahun 2006 lalu. Kala itu, ia gemar menggunakan produk kulit, kemudian belajar untuk menjahit sendiri. Tak dinyana, produk kulit yang digunakan cukup menarik orang di sekelilingnya, bahkan mereka mulai tertarik untuk memesan dan membeli.
Menggeluti bisnis produk kulit sudah dilakoni Rusdi sejak dirinya masih mengenyam pendidikan di Teknik Planologi, Universitas Islam Bandung, pada tahun 2006 lalu. Kala itu, ia gemar menggunakan produk kulit, kemudian belajar untuk menjahit sendiri. Tak dinyana, produk kulit yang digunakan cukup menarik orang di sekelilingnya, bahkan mereka mulai tertarik untuk memesan dan membeli.
“Saat memulai usaha
yang terpikir di benak saya sangat sederhana, hanya mau mendapatkan uang untuk
makan sehari-hari dan biaya supaya bisa melanjutkan kuliah. Upaya yang
dilakukan adalah menjual tempat ponsel yang unik dari bahan kulit karena bisnis
ini menjadi peluang mendapatkan penghasilan,” Rusdi bercerita.
Modal yang dimiliki
Rusdi pun tergolong sangat terbatas, yakni uang sebesar Rp50.000 yang digunakan
untuk belanja kulit limbah sisa potongan sebanyak 2 kilogram dan alat jahit tangan. Berkat kreativitasnya, kulit limbah tersebut “disulap” menjadi 70 tempat ponsel yang dijual seharga Rp50.000 per satuan.
“Saya meyakini bisnis yang sukses bukanlah tentang modal yang besar. Lebih penting dari itu adalah kemauan, keyakinan, dan ketekunan dalam menjalankan bisnis,” ungkap Rusdi.
“Saya meyakini bisnis yang sukses bukanlah tentang modal yang besar. Lebih penting dari itu adalah kemauan, keyakinan, dan ketekunan dalam menjalankan bisnis,” ungkap Rusdi.
Sebagaimana lazimnya memulai
usaha, pada awalnya Rusdi sulit menjual tempat ponsel.
Itu pun hanya terjual sekitar 1 lusin di bulan pertama. Setelah sebulan barulah
tempat ponselnya habis terjual dan menghasilkan keuntungan, yang kemudian diputar untuk mencari usaha
yang lebih menjanjikan keuntungan lebih besar.
Setelah melakukan
eksplorasi beberapa produk berbahan kulit, pada tahun 2009, ia memutuskan untuk fokus memproduksi tas kulit dengan merek “D’Russa” yang merupakan singkatan dari namanya, Rusdi Raisa. “Sekarang kami fokus di produksi tas, dompet, aksesori, beserta suvenir
untuk perusahaan baik luar maupun dalam negeri,” sebut dia.
Produk
tas dijual Rusdi mulai dari harga Rp650 ribu sampai Rp7 juta, dompet dari Rp350 ribu
sampai Rp650 ribu, sedangkan aksesori dibanderol dari Rp100 ribu sampai Rp250 ribu. Sementara
model tas yang diproduksi terinspirasi dari tas-tas zaman dahulu yang sering digunakan tukang pos,
masyarakat Eropa dan Amerika tahun 1930 sampai 1980-an.
“D’Russa membidik
segmen pasar kelas menengah ke atas. Kalau harga
yang dipatok cukup tinggi,
itu karena bahan bakunya saja sudah mahal dengan menggunakan
kulit pull up kualitas premium.
Setiap tahunnya dikeluarkan sekitar 6–7 model tas
baru yang menonjolkan tema klasik dengan motif simpel elegan sebagai
karakter produk D'Russa,” terangnya.
Kerja keras Rusdi
dalam membangun fondasi bisnisnya terbayar sudah. Produk yang dibesutnya sekarang sudah mendapat tempat di
hati konsumen dalam negeri, bahkan sudah diekspor ke beberapa negara meski
masih dalam skala kecil—karena menyesuaikan dengan kemampuan
produksi.
Istimewa |
“Komposisi
penjualan D’Russa 70% offline dan 30%
online. Sekarang saya sedang fokus
pemasaran di Jepang. Mimpi saya nanti bisa membuka
toko di Bali dan kemudian Australia,” ujar Rusdi.
Kendati sudah melakukan ekspor,
Rusdi mengakui tidak semua hasil karyanya menggunakan merek D’Russa. Sebagian
besar produknya akan dilabeli dan dipasarkan dengan merek pembelinya, bahkan
pernah digunakan beberapa merek ternama di luar negeri.
“Melihat peluang yang ada,
pengembangan D’Russa mendatang akan lebih difokuskan pada produksi atau pabrikasi karena hampir 60% produksi
digunakan untuk memenuhi permintaan merek lain dan perusahaan lain, sedangkan untuk D’Russa sendiri hanya 40%,”
ungkap penghobi sepeda dan mancing ini.
Untuk menjaga reputasi merek D’Russa,
sejak awal merintis usaha, Rusdi terus berusaha meningkatkan kualitas agar
produk kerajinan kulitnya diakui dan diterima pasar baik dalam
negeri maupun
mancanegara.
Caranya dengan pemilihan material yang
berkualitas dan servis produk, bahkan berani memberikan garansi dengan rentang masa 1–5 tahun.
Selain itu, Rusdi juga gencar berpromosi, baik dari mulut ke mulut dan media
sosial, termasuk mengikuti pameran di
wilayah yang berpotensi baik di dalam dan luar negeri. Di antaranya adalah pameran Inacraft, Smesco, serta
event Jakarta Clothing (Jakcloth)
yang rutin diadakan di Jakarta setiap tahun. (Majalah MARKETING/Moh. Agus Mahribi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar